
Masih banyak yang belum tahu bahwa singkong salah satu makanan pokok sederhana khas Indonesia dapat diolah menjadi produk pangan sehat bernilai tinggi. Inilah yang menginspirasi Maitsa Putri Shafa yang sering dipanggil Shafa, Mahasiswi Master of Business Administration, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (MBA FEB UGM). Ia memiliki inisiatif untuk menghadirkan alternatif pangan sehat dengan mendirikan brand Mocafine, yaitu menggunakan tepung singkong termodifikasi atau modified cassava flour (Mokaf) menjadi solusi gluten-free yang aman dikonsumsi siapa saja. Produknya mendukung gaya hidup sehat dan berkelanjutan, serta sebagai bentuk pemanfaatan potensi lokal yang diolah dengan standar modern dan dipasarkan secara luas.
Shafa saat ini menempuh semester 2 di MBA FEB UGM dengan semangat wirausaha yang kuat. Sebagai owner Mocafine, ia memulai bisnisnya dari kepedulian terhadap isu kesehatan dan potensi bahan pangan lokal yang belum banyak dilirik. “Saya ingin membuktikan bahwa produk lokal seperti tepung Mokaf bisa bersaing secara kualitas dan menjadi pilihan utama masyarakat luas, bukan hanya untuk kalangan tertentu seperti vegan atau yang punya intoleransi gluten,” ujar Shafa.
Di balik nama Mocafine, tersimpan filosofi yang kuat: “Moka” berasal dari “Modified Cassava Flour”, dan “Vine” dari kata “fine” mencerminkan kualitas, pelayanan, dan harapan akan standar terbaik. Brand ini dikelola secara profesional melalui PT Rumah Mocafine Indonesia, dan kini telah dikenal sebagai salah satu pelopor tepung gluten-free di Indonesia. “Saya ingin membawa produk lokal ini ke pasar yang lebih luas, agar semua orang bisa menikmati manfaat tepung sehat, bukan hanya komunitas dengan kebutuhan khusus,” ujar Shafa.
Awalnya, Mocafine hadir dengan pendekatan blue ocean strategy, menyasar segmen khusus: masyarakat yang mengalami intoleransi gluten dan komunitas vegan. Namun seiring waktu, brand ini berevolusi. Tidak hanya untuk kalangan tertentu, Mocafine kini ingin dikenal sebagai tepung sehat untuk semua orang.
“Dalam dua tahun terakhir, kami memperluas pasar. Visi kami sederhana: menghadirkan alternatif yang lebih baik dari tepung terigu, tanpa kompromi rasa, fungsi, dan tentunya lebih sehat,” ungkap Shafa.
Sebagai mahasiswi MBA, Maitsa mengaku banyak mendapatkan manfaat dari program yang dijalani. Mulai dari materi manajemen strategis, marketing, hingga jejaring antar mahasiswa dan dosen, semuanya memberikan bekal praktis untuk membangun bisnis yang berkelanjutan. “Belajar di MBA FEB UGM sangat membantu saya dalam memformulasikan bisnis model, membaca peluang pasar, dan terutama memperkuat positioning Mocafine. Dukungan dari ekosistem kampus juga membuat saya makin percaya diri mengembangkan brand ini,” ujar Shafa.
Mocafine tidak hanya menjual tepung, tetapi juga membangun rantai nilai dari hulu ke hilir dengan melibatkan petani lokal, edukasi konsumen, dan memperjuangkan gaya hidup sehat melalui pangan yang lebih baik. Harapannya, Mocafine menargetkan untuk bisa menembus pasar ekspor, membawa nama baik Indonesia lewat produk berbasis bahan lokal yang diolah dengan pendekatan modern dan berkelanjutan.
Sebuah ide sederhana di tengah kesibukan perkuliahan, Mocafine menjadi cerminan semangat dan konsistensi Maitsa Shafa dalam membangun bisnis yang bermakna. Tak hanya menjalani peran sebagai mahasiswi MBA, Shafa membuktikan bahwa dengan tekad, ilmu, dan keberanian untuk mencoba, setiap ide bisa tumbuh menjadi dampak yang nyata.
Reporter: Deni Bagas
Editor : Ayu Aprilia